MEDIANUSANTARA.ID—Akhir akhir ini,
nama Herman Effendy menjadi buah bibir di masyarakat. Kesederhanaan dalam
menjalankan berbagai kegiatan social terutama menyangkut kemanusiaan, mendorong
dirinya untuk berbuat lebih jauh lagi ke depan.
Dalam
pemikirannya—putra kelahiran Desa Dena Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima
Provinsi Nusa Tenggara Barat ini—memiliki beberapa konsep dan harapan sehingga
sumberdaya yang ada di daerah Bima, Dompu dan Sumbawa dapat menjadi salah satu
magnet bagi para investor.
Dari kecerdasan
dan pemikirannya itu—Herman Effendy pun terjun dalam dunia politik. Kendati
dirinya sudah sekian tahun lamanya sebagai salah satu kader terbaik dalam mesin politik PDI Perjuangan—namun
Herman sendiri tak begitu ambisi untuk maju sebagai wakil rakyat di parlemen
pusat pada wktu itu. Karena baginya, membesarkan nama partai adalah hal yang
sangat penting selama dirinya diberi kepercayaan di partai “Moncong Putih”
tersebut.
Namun, memasuki
tahun politik 2018 berjalan, nama Herman Effendy pun kian tersohor di
tengah-tengah kehidupan masyarakat NTB. Lebih khusunya di wilayah bagian timur
Provinsi Nusa Tenggara Barat yakni Pulau Sumbawa. Mau tidak mau, sebagai salah
satu kader PDI Perjuangan yang memiliki kepekaan jiwa sosial dan dermawan ini, pun
diperhitungan oleh mesin PDI Perjuangan
yang akan mengikutsertakan dirinya untuk bersaing dalam Bursa Pemilu Legislatif
tahun 2019 mendatang, khususnya Daerah Pemilihan (Dapil) NTB II.
Meski di tengah
kesibukannya dalam dunia politik, Herman Effendy jauh sebelumnya telah
merancang konsepkonsep pembangunan untuk dikembangkan. Tentu dari beberapa
program yang dikembangkan itu harus sejalan dengan program pemerintah.
Misalnya di
bidang Olahraga. Menurut dia, kita mestinya mampu melakukan terobosan dengan
menjemput bola, sehingga pembangunan infrastruktur ‘satu juta’ lapangan sepak
bola bisa tercapai. Dengan tercapainya program tersebut, tentu dengan
sendirinya akan tercipta pula bibit-bibit pemain lokal (daerah) yang berpotensi
hingga dapat bersaing di tingkat nasional.
Di bidang Ekonomi
Kreatif—Herman Effendy mengambarkan seperti melejitnya produk tradisional (lokal)
dari hasil tangan-tangan terampil orang Bima. Misalnya produk ‘Tembe Nggoli’
(sarung). Sarung tradisional dari ekonomi kreatif orang Bima ini, memiliki
nilai budaya yang harus dipertahankan.
“Kita sekarang menjadi masyarakat yang konsumtif. Apalagi ekonomi kreatif yang didorong oleh
pemerintah selama ini, memang kesannya kita abaikan. Misalnya sarung tenun “Tembe
Nggoli” yang hampir punah. Padahal sisi lain, setiap acara-acara nasional,
orang bangga memakai “Tembe Nggoli”. Dengan demikina, ini harus kita dorong dan
dihidupkan kembali sehingga ekonomi kreatif ibu-ibu akan sangat membantu ekonomi
keluarga,” tutur Herman.
Berkaitan Investasi. Kata Herman, investor
harus kita tarik agar mau datang di daerah kita. Apa lagi di daerah Bima, Dompu
dan Sumbawa, yang menjadi salah satu daerah produksi Jagung terbesar di
Indonesia. Jika pabrik dibangun di Bima, Dompu dan Sumbawa, tentu multiplayer efeknya jelas, yang bisa menciptakan
lapangan kerja lokal serta memberikan PAD.
Contoh kecil,
petani kita jual bahan baku (jagung) ke luar daerah. Kemudian kita beli kembali
pakan ayam padahal itu berasal dari jagung yang kita jual sebelumnya. “Jadi kenapa
kita tidak bisa membangun pabriknya di sini (Bima/Dompu dan Sumbawa),” tantang
Herman.
Soal
pelaku investasi yang keengganan datang di Bima, menurutnya, kita harus memutus
“mata rantai” yang menjadi penyebabnya. Dalam hal ini perlu peran seluruh stakeholder dan jangan diserahkan kepada
pemerintah saja. Bila daerah kita ingin berkembang dan maju, janganlah anti pada investor. Apa lagi khususnya pertambangan.
“Peran pemuda,
masyarakat dan pemerintah, harus memberikan jaminan keamanan kondusif sehingga
investor itu mau menanamkan sahamnya di daerah kita. Mereka membutuhkan kepastian
hukum. Hal seperti ini tidak mungkin pemerintah menjalankan sendiri, tentu perlu
peranan kita bersama,” jelas Herman.
Di
bidang Pertanian—Herman lebih awal menyinggung peran Pemerintah Daerah (lokal) agar
bagaimana membangun edukasi petani. Contoh kecil dengan menanam pohon, salah
satunya jenis Sengon yang memiliki nilai ekonomis tinggi, bisa dipanen hanya usia
tiga tahun, serta memberikan unsur hara yang tinggi terhadap tanah. “Jujur
saja, di Bima, Dompu dan sebagian Sumbawa saat ini, kerap dilanda banjir
bandang. Tentu semua ini menjadi PR kita bersama. Dan, kesalahannya dimana?,” tanya
Herman.
Bicara
masalah pertanian, menurut Herman, itu sungguh dilematis. Sebab, ketika memasuki
musim tanam, petani kerap dihadapkan beragam persoalan. Di antaranya harga
pupuk dan obat-obatan yang selangit. Jadi dimana mata rantai yang putus?.
Kemudian
di satu sisi, petani juga dihadapkan dengan harga produksi yang tidak sebanding
dengan biaya yang dikeluarkan dari awal pengolaan hingga masa panen. “Nah, bicara
harga, itu terlalu jauh. Karena persoalan harga menjadi bagian dari bisnis. Namun
yang menjadi domain pemerintah adalah bagaimana menstabilkan harga. Dan disinilah
peran Bulog untuk mengambil alih sehingga rakyat petani bisa sejahterah,” kata
Herman.
Membangun
sumberdaya manusia (SDM)—Herman lebih cenderung bagaimana anak-anak kita
diarahkan pada pendidikan kejuruan. Artinya, kita harus bisa merubah paradigma yang selama ini hanya memilih
satu jurusan. “Maksud dan tujuan merubah paradigma
ini agar mereka (anak didik kita) bisa membuka lapangan kerja sendiri dengan
ilmu dan keahlian yang mereka dapatkan dari sekolah,” kata Herman.
Apa
lagi ada asumsi yang berkembang, “jika tidak menjadi PNS maka masa depan pun buram”. Asumsi seperti ini seakan-akan
pesimis dengan hidup. “Kita jangan pesimis dengan hidup. Binatang sekecil semut
saja, toh bisa cari makan. Apalagi kita
manusia sudah diberikan kelebihan oleh Allah SWT,” kata Herman memberikan semangat.
Di bidang Keagamaan,
Herman lebih mendorong agar hukum adat diberlakukan. Karena bilamana ada
kenakalan remaja, hukumannya kita arak
dihadapan publik. Karena besar kemungkinan hukum adat ini akan ada jeranya.
Berkenaan dengan
itu semua, peran tokoh agama setiap lingkup perlunya mengadakan pengajian-pengajian
di waktu sore. Ini dimaksudkan agar waktu anak anak tidak terbuang sia-sia.
Tujuan lain juga menghindari agar anak didikan kita tidak terkontaminasi dengan
hal hal yang negatif.
“Kosepnya, kegiatan
di luar sekolah bisa dipadatkan, dan dimulai dari diri kita sendiri,” kata
Herman dan berharap program semacam ini perlu adanya peran bersama, baik
pemerintah dan lagi lagi peran orang tua sendiri.
Kemudian di Bidang
Pariwisata—menurut Herman—Bandar Udara harus diperbesar agar pesawat jenis Boing
bisa masuk (mendarat). Lainnya pembangunan infrastruktur yang baik untuk
memperlancar kegiatan kunjungan wisata. Seperti kondisi jalan di lingkar utara
menuju Tambora—yang mestinya jarak tempuh sekitar satu jam, tapi sekarang harus
dua jam lebih.
Tambora adalah
potensi destinasi wisata dunia (Bima-Dompu). Kemudian didukung obyek wisata di Wera,
pantai Wane di Langgudu, pantai Lakey di Dompu dan beberapa lokasi air terjun
di Sumbawa, bahkan masih banyak potensi potensi pariwisata yang sampai saat ini
belum disentuh seperti itu.
Dengan sumberdaya
alam yang dimiliki ini, tentu sangat menarik bagi para investor untuk datang
berinvestasi, seperti membangun tempat penginapan minimal hotel berbintang tiga.
“Tapi satu catatan, kita harus bisa
memberikan jaminan keamanan sehingga investor mau menanam sahamnya,” terang
Herman yang sukses di bidang usaha pertambangan ini.
“Konsep lainnya
bagaimana kita bisa menjadikan desa kita sebagai Desa Wisata,” lanjut kader PDI
Perjuangan ini yang siap tampil dalam Bursa Caleg anggota DPR Pusat tahun 2019
mendatang.(*)