Satu Jam Bersama Herman Effendy, Konsep Membangun Bersama Banteng Muda Indonesia

Semua Halaman

.

Satu Jam Bersama Herman Effendy, Konsep Membangun Bersama Banteng Muda Indonesia

REDAKSI
Minggu, 11 Maret 2018


MEDIANUSANTARA.ID—Akhir akhir ini, nama Herman Effendy menjadi buah bibir di masyarakat. Kesederhanaan dalam menjalankan berbagai kegiatan social terutama menyangkut kemanusiaan, mendorong dirinya untuk berbuat lebih jauh lagi ke depan.

Dalam pemikirannya—putra kelahiran Desa Dena Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat ini—memiliki beberapa konsep dan harapan sehingga sumberdaya yang ada di daerah Bima, Dompu dan Sumbawa dapat menjadi salah satu magnet bagi para investor.  

Dari kecerdasan dan pemikirannya itu—Herman Effendy pun terjun dalam dunia politik. Kendati dirinya sudah sekian tahun lamanya sebagai salah satu kader terbaik dalam mesin politik PDI Perjuangan—namun Herman sendiri tak begitu ambisi untuk maju sebagai wakil rakyat di parlemen pusat pada wktu itu. Karena baginya, membesarkan nama partai adalah hal yang sangat penting selama dirinya diberi kepercayaan di partai “Moncong Putih” tersebut.

Namun, memasuki tahun politik 2018 berjalan, nama Herman Effendy pun kian tersohor di tengah-tengah kehidupan masyarakat NTB. Lebih khusunya di wilayah bagian timur Provinsi Nusa Tenggara Barat yakni Pulau Sumbawa. Mau tidak mau, sebagai salah satu kader PDI Perjuangan yang memiliki kepekaan jiwa sosial dan dermawan ini, pun diperhitungan oleh mesin PDI Perjuangan yang akan mengikutsertakan dirinya untuk bersaing dalam Bursa Pemilu Legislatif tahun 2019 mendatang, khususnya Daerah Pemilihan (Dapil) NTB II.

Meski di tengah kesibukannya dalam dunia politik, Herman Effendy jauh sebelumnya telah merancang konsepkonsep pembangunan untuk dikembangkan. Tentu dari beberapa program yang dikembangkan itu harus sejalan dengan program pemerintah.

Misalnya di bidang Olahraga. Menurut dia, kita mestinya mampu melakukan terobosan dengan menjemput bola, sehingga pembangunan infrastruktur ‘satu juta’ lapangan sepak bola bisa tercapai. Dengan tercapainya program tersebut, tentu dengan sendirinya akan tercipta pula bibit-bibit pemain lokal (daerah) yang berpotensi hingga dapat bersaing di tingkat nasional.

Di bidang Ekonomi Kreatif—Herman Effendy mengambarkan seperti melejitnya produk tradisional (lokal) dari hasil tangan-tangan terampil orang Bima. Misalnya produk ‘Tembe Nggoli’ (sarung). Sarung tradisional dari ekonomi kreatif orang Bima ini, memiliki nilai budaya yang harus dipertahankan.

“Kita sekarang menjadi masyarakat yang konsumtif. Apalagi ekonomi kreatif yang didorong oleh pemerintah selama ini, memang kesannya kita abaikan. Misalnya sarung tenun “Tembe Nggoli” yang hampir punah. Padahal sisi lain, setiap acara-acara nasional, orang bangga memakai “Tembe Nggoli”. Dengan demikina, ini harus kita dorong dan dihidupkan kembali sehingga ekonomi kreatif ibu-ibu akan sangat membantu ekonomi keluarga,” tutur Herman.
         

Berkaitan Investasi. Kata Herman, investor harus kita tarik agar mau datang di daerah kita. Apa lagi di daerah Bima, Dompu dan Sumbawa, yang menjadi salah satu daerah produksi Jagung terbesar di Indonesia. Jika pabrik dibangun di Bima, Dompu dan Sumbawa, tentu multiplayer efeknya jelas, yang bisa menciptakan lapangan kerja lokal serta memberikan PAD.

Contoh kecil, petani kita jual bahan baku (jagung) ke luar daerah. Kemudian kita beli kembali pakan ayam padahal itu berasal dari jagung yang kita jual sebelumnya. “Jadi kenapa kita tidak bisa membangun pabriknya di sini (Bima/Dompu dan Sumbawa),” tantang Herman.
            
Soal pelaku investasi yang keengganan datang di Bima, menurutnya, kita harus memutus “mata rantai” yang menjadi penyebabnya. Dalam hal ini perlu peran seluruh stakeholder dan jangan diserahkan kepada pemerintah saja. Bila daerah kita ingin berkembang dan maju, janganlah anti pada investor. Apa lagi khususnya pertambangan.

“Peran pemuda, masyarakat dan pemerintah, harus memberikan jaminan keamanan kondusif sehingga investor itu mau menanamkan sahamnya di daerah kita. Mereka membutuhkan kepastian hukum. Hal seperti ini tidak mungkin pemerintah menjalankan sendiri, tentu perlu peranan kita bersama,” jelas Herman.
            
Di bidang Pertanian—Herman lebih awal menyinggung peran Pemerintah Daerah (lokal) agar bagaimana membangun edukasi petani. Contoh kecil dengan menanam pohon, salah satunya jenis Sengon yang memiliki nilai ekonomis tinggi, bisa dipanen hanya usia tiga tahun, serta memberikan unsur hara yang tinggi terhadap tanah. “Jujur saja, di Bima, Dompu dan sebagian Sumbawa saat ini, kerap dilanda banjir bandang. Tentu semua ini menjadi PR kita bersama. Dan, kesalahannya dimana?,” tanya Herman.
            
Bicara masalah pertanian, menurut Herman, itu sungguh dilematis. Sebab, ketika memasuki musim tanam, petani kerap dihadapkan beragam persoalan. Di antaranya harga pupuk dan obat-obatan yang selangit. Jadi dimana mata rantai yang putus?.
            
Kemudian di satu sisi, petani juga dihadapkan dengan harga produksi yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dari awal pengolaan hingga masa panen. “Nah, bicara harga, itu terlalu jauh. Karena persoalan harga menjadi bagian dari bisnis. Namun yang menjadi domain pemerintah adalah bagaimana menstabilkan harga. Dan disinilah peran Bulog untuk mengambil alih sehingga rakyat petani bisa sejahterah,” kata Herman.
           
Membangun sumberdaya manusia (SDM)—Herman lebih cenderung bagaimana anak-anak kita diarahkan pada pendidikan kejuruan. Artinya, kita harus bisa merubah paradigma yang selama ini hanya memilih satu jurusan. “Maksud dan tujuan merubah paradigma ini agar mereka (anak didik kita) bisa membuka lapangan kerja sendiri dengan ilmu dan keahlian yang mereka dapatkan dari sekolah,” kata Herman.
            
Apa lagi ada asumsi yang berkembang, “jika tidak menjadi PNS maka masa depan pun buram”. Asumsi seperti ini seakan-akan pesimis dengan hidup. “Kita jangan pesimis dengan hidup. Binatang sekecil semut saja, toh bisa cari makan. Apalagi kita manusia sudah diberikan kelebihan oleh Allah SWT,” kata Herman memberikan semangat.

Di bidang Keagamaan, Herman lebih mendorong agar hukum adat diberlakukan. Karena bilamana ada kenakalan remaja, hukumannya kita arak dihadapan publik. Karena besar kemungkinan hukum adat ini akan ada jeranya.

Berkenaan dengan itu semua, peran tokoh agama setiap lingkup perlunya mengadakan pengajian-pengajian di waktu sore. Ini dimaksudkan agar waktu anak anak tidak terbuang sia-sia. Tujuan lain juga menghindari agar anak didikan kita tidak terkontaminasi dengan hal hal yang negatif.

“Kosepnya, kegiatan di luar sekolah bisa dipadatkan, dan dimulai dari diri kita sendiri,” kata Herman dan berharap program semacam ini perlu adanya peran bersama, baik pemerintah dan lagi lagi peran orang tua sendiri.

Kemudian di Bidang Pariwisata—menurut Herman—Bandar Udara harus diperbesar agar pesawat jenis Boing bisa masuk (mendarat). Lainnya pembangunan infrastruktur yang baik untuk memperlancar kegiatan kunjungan wisata. Seperti kondisi jalan di lingkar utara menuju Tambora—yang mestinya jarak tempuh sekitar satu jam, tapi sekarang harus dua jam lebih.

Tambora adalah potensi destinasi wisata dunia (Bima-Dompu). Kemudian didukung obyek wisata di Wera, pantai Wane di Langgudu, pantai Lakey di Dompu dan beberapa lokasi air terjun di Sumbawa, bahkan masih banyak potensi potensi pariwisata yang sampai saat ini belum disentuh seperti itu.

Dengan sumberdaya alam yang dimiliki ini, tentu sangat menarik bagi para investor untuk datang berinvestasi, seperti membangun tempat penginapan minimal hotel berbintang tiga.  “Tapi satu catatan, kita harus bisa memberikan jaminan keamanan sehingga investor mau menanam sahamnya,” terang Herman yang sukses di bidang usaha pertambangan ini.


“Konsep lainnya bagaimana kita bisa menjadikan desa kita sebagai Desa Wisata,” lanjut kader PDI Perjuangan ini yang siap tampil dalam Bursa Caleg anggota DPR Pusat tahun 2019 mendatang.(*)