Para pengunjuk rasa memegang plakat yang menyerukan pembentukan politik di pusat kota Beirut. (Foto: Timour Azhari / Al Jazeera) |
| LIBANON | Perdana Menteri Saad Hariri menetapkan batas waktu 72 jam bagi mitra koalisinya untuk mencari solusi bagi krisis ekonomi Lebanon. Protes pada Jum’at kemarin terhadap langkah-langkah penghematan, beralih menjadi kekerasan.
Protes yang pecah atas rencana
pemerintah untuk pajak baru, adalah tantangan paling serius bagi pemerintahan Hariri
yang berkuasa kurang dari setahun yang lalu.
Hariri dalam pidatonya menyalahkan
partai-partai koalisinya karena menghalangi reformasi ekonomi Libanon yang
sarat utang.
"Saya memberikan tenggat waktu yang
sangat singkat kepada mitra kami di pemerintahan—72 jam yang dapat memberi kami
solusi yang dapat meyakinkan kami, orang-orang di jalanan dan mitra
internasional kami," katanya, menggambarkan kelesuan ekonomi negara itu
sebagai "belum pernah terjadi sebelumnya" dan "sulit".
Saat Hariri berbicara, pengunjuk rasa
mengibarkan bendera Lebanon di Lapangan Martir Beirut, terus menyerukan
pengunduran diri kepemimpinan politik negara itu, termasuk Hariri, Presiden
Michel Aoun, Ketua Parlemen Nabih Berri, dan Menteri Luar Negeri Gebran Bassil.
Demonstran yang marah dengan rencana
untuk mengenakan pajak baru di tengah meningkatnya biaya hidup. Mereka meneriakkan
"Revolusi! Revolusi!" dan "Rakyat menuntut kejatuhan
rezim". Mereka juga menuduh para pemimpin puncak korupsi Libanon, dan
menyerukan agar undang-undang kerahasiaan perbankan yang ketat dicabut sehingga
dana negara yang dicuri selama beberapa dekade dikembalikan ke kas negara.
"Pencuri, Pencuri, Michel Aoun
adalah pencuri," teriak beberapa orang, melihat sekeliling dengan gugup
dengan senyum di wajah mereka. Padahal di Lebanon, menghina presiden bisa dipenjara.
Para pengunjuk rasa juga turun ke
jalan-jalan di lembah Bekaa timur dan di Tripoli, kota terbesar kedua di
Libanon. Media setempat melaporkan, bahwa beberapa pengunjuk rasa terluka
ketika pengawal legislator melepaskan tembakan ke arah kerumunan. Kerusuhan
juga dilaporkan terjadi di penjara Rounieh dan Zahle.
Sebelumnya, pada hari Jum’at, menteri
luar negeri dan menantu presiden, dalam pidatonya kepada para pemrotes juga
menyalahkan partai politik lain karena menghalangi reformasi. Karena segala
alternatif untuk pemerintah saat ini akan jauh lebih buruk.
Demonstrasi yang terjadi sejak Kamis
setelah pemerintah tersebut mengalami krisis kekurangan uang, sehingga mengumumkan
rencana untuk mengenakan pajak baru, termasuk pada panggilan suara WhatsApp.
Pada Jumat malam, para pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan di seluruh negeri itu.
Mereka membakar ban dan di beberapa daerah membakar gedung-gedung termasuk merusak
toko-toko.
"Semua orang bosan dengan ini,
situasinya mengerikan, orang-orang tidak punya uang, orang-orang berantakan,
dan semua yang mereka berikan adalah pajak, pajak, pajak," kata Samir
Shmaysri, seorang penata rambut berusia 39 tahun dari Beirut.
"Tidak ada proses reformasi bahkan
berharap situasi menjadi lebih baik."
Luapan kemarahan mendorong pemerintah
Libanon untuk membatalkan rencana pajak untuk panggilan WhatsApp, tetapi
tindakan itu tidak banyak menenangkan para pemrotes.
"Kami ingin mengubah situasi di
negara ini, itu saja," kata seorang pengunjuk rasa yang memblokir jalan
dengan tempat sampah yang menyala di dekat daerah Ras al-Nabaa di Beirut, tepat
di luar pusat kota. "Kami sudah berusaha damai, itu tidak berhasil."
Editor : Adi Pradana
Sumber : Aljazeera