*( Oleh: Miftahul Arifin
(Ketua HMI Cabang Malang Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan)
Permasalahan korupsi bukanlah hal yang baru di Indonesia, zaman orde baru korupsi begitu massif dan sistematis sampai akhirnya razim orde baru harus tumbang. Masalah korupsi merupakan sebuah persoalan yang sangat akut sehingga butuh energi ektra untuk memberantasnya. Korupsi adalah bahaya laten dan kejahatan ektra ordinary crime karena berimplikasi terhadap banyak sektor khususnya akan mencipta kesenjangan dan sekat sosial yang sangat tajam ditengah masyarakat. Korupsi merupakan salah satu kejahatan kemanusian karena dampak yang ditimbulkan menyentuh segala aspek kehidupan luas khususnya bagi masyarakat.
Sejak era reformasi semangat pemberantasan korupsi terus digalangkan, semangat ini akhirnya membawa Indonesia pada sebuah tatanan sistem demokrasi baru. oligarki kekuasaan dan otaritarianisme yang dianggap telah menimbulkan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) begitu massif harus dirubah total. Dari semangat wajah reformasi inilah muncul berbagai lembaga untuk pemberantasan Korupsi, dan yang paling dirasakan oleh masyarakat sampai hari adanya Komisi pemeberantasan Korupsi (KPK).
KPK sampai detik ini mau diakui atau tidak telah berhasil mengungkap kasus –kasus korupsi mulai dari kelas teri sampai kelas kakap, tentu ini merupakan prestasi dan capaian luar biasa yang belum pernah dicapai oleh aparat penegak hukum lainnya. Disamping itu tidak sedikit pejabat kita yang masuk hotel prodeo. Uang triliunan rupiah berhasil dikembalikan kepada Negara. Keberhasilan KPK dalam pemberantasan Korupsi mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat bahkan masyarakat dengan adanya KPK sangat optimis kalau Korupsi di Indonesia bisa cegah dan diatasi.
Maraknya penangkapan pejabat Negara baik dari tingkat pusat sampai daerah yang tersandung kasus korupsi membawa dampak luar biasa ditengah masyarakat termasuk di Kota Malang. Malang yang terkenal dengan Kota Santun, Kondusif dan Beradab, akhir – akhir ini ribut bagai digoncang gempai berkekuatan 7,5 skala Richter yang menyebabkan Tsunami. Penetapan sembilan belas tersangka baru yang terdiri dari satu unsur eksekutif dan delapan belas unsur legislatif oleh KPK meluluh lentakkan tatanan pemerintahan dan perpolitikan di Kota Malang apalagi dua diantara yang tersangka sedang menjadi Kandidat dalam Pilkada Serentak di Kota Malang. Kejadian ini tidak pernah terbayang sebelumnya oleh masyarakat Kota Malang karena saking banyaknya yang ditetapkan jadi tersangka, dan mencetak rekor tersediri bahkan bisa dianugerahi Rekor Muri dalam penetapan tersangka Terbanyak di Indoensia.
Penetapan ke sembilan belas tersangka merupakan hasil pengembanagan dari penetapan sebelumnya, sehingga akhirnya muncul nama – nama tersebut. Melihat dari banyaknya yang jadi tersangka mengindikasi bahwa Korupsi di Kota Malang dilakukan secara berjemah. Sangat miris memang Kota sekondusif Malang di dalamnya terdaapat bom waktu yang bisa meluluh lantakkan kota dan seisinya. Masyarakat di buat panik dan bingung apalagi di Kota Malang Menghadapi Pilkada Serentak.
Spekulasi bermunculan ditengah masyarakat, ada yang beranggapan ini bagian dari black campain, ada juga yang beranggapan ini bukan murni kasus hukum tapi politisasi dan banyak anggapan yang lainnya. Terlepas dari anggapan tersebut kita harus Khusnuddzan (Berprasangka baik pada KPK) bahwa ini benar – benar kasus hukum tidak ada politisisasi. Kita harus meilihat secara objektif bahwa penetapan tersangka di momen Pilkada tidak hanya terjadi Kota Malang tapi juga terjadi di Kota dan Daerah lain. Dalam hal ini KPK telah menjalankan tugas dan fungsinya untuk mencegah dan memberantas korupsi. KPK dalam menetapkan seseorang jadi tersangka tentu bukan asal – asalan, pasti didukung oleh bukti yang kuat minimal dua alat bukti. Pemberantasan korupsi adalah ikhtiar untuk menghilangkat jurang sosial yang begitu dalam ditengah masyarakat dan bagian dari mensejahterakan kehidupan sosial dan berkeadilan.
Di Negara Demokrasi seperti Indonesia pasti ada kaitanya antara hukum, moral dan etika. seiring perjalanan Demokrasi di Indoensia selalu dibenturkan dengan berbagai macam problem. Indonesia bagian dari demokrasi gelombang ketiga pada bagian ini menurut Huntington adalah “terjadi proses demokrasi kratisasi saling berjalan satu sama lain” artinya ada pola perbaikan dari razim otoriter dan otoritarinisme menjadi sebuah proses yang meberikan kedaulatn pada masyarakat dengan mengedepankan nilai moral dan etika. Sehingga kita melihatnya proses demokrasi adalah proses pembahruan sistem bernegara ke arah lebih baik.
Berdemokrasi tidak bisa dipisahkan dari hukum dan etika. Seringkali kita menjumpai diantara kita bahwa proses pembelajaran hukum masih sangat timpang ditengah masyarakat, ini yang menjadi problem di Indonesia dan harus diperbaiki kedepan. Tidak sedikit pejabat kita yang mengerti hukum bahkan membuat hukum harus melacurkan diri akibat runtuhnya etika moral dan intergritas dalam dirinya sehingga hukum harus tergadaikan. Orang yang mengerti hukum meskipun sudah jelas tersangkut kasus hukum dan sudah ada bukti masih saja berlindung atas nama hukum dengan “asas paraduga takbersalah” dan mempermainkan formalitas hukum untuk melemahkannya. Ini yang selalu dijadikan dasar pijakan untuk melindungi dirinya dari jeratan hukum.
Menurut Mahfud MD, "orang bisa berani tidak jujur dan tidak apa adanya karena tersandra oleh keadaan, dihegemoni oleh kekuatan diluar dirinya, dan takut untuk mengatakan sesuatu yang salah karena dirinya sendiri melakukan kesalahan yang sama” kaitannya dengan dunia politik, Mahfud MD mengistilahkan “Politik Kancil Pilek” politik kancil pilek di Indonesia terjadi bukan hanya karena seorang dalam posisi lemah dan takut kepada penguasa yang busuk melainkan juga banyak diantaranya menjadi kancil pilek karena mereka sendiri menjadi bagian dari kebusukan itu. Sebab itu mereka menjadi takut berbicara yang sebenarnya dan menjadi kancil pilek jika ditanya tentang korupsi karena mereka sendiri ternyata juga korupsi. apa yang di istilahkan Kancil Pilek oleh Mahfud MD sangat relefan dangan kondisi Indonesia hari ini, khususnya di Kota Malang.
Berdemokrasi bukan hanya soal hukum salah dan benar tetapi ada yang lebih dari itu yaitu internalisasi nilai etika dan moral, dan korupsi bukan hanya soal kasus hukum tetapi juga persoalan moral. Kesadaran berdemokrasi harus berbanding lurus dengan kesadaran moral, Indonesia bukan hanya krisis hukum tetapi juga krisis moral. Malang sebagai Kota Pendidikan seharusnya menjadi percontohan Kota lain untuk mengidukasi masyaraktanya sadar hukum. Dan yang tak kalah penting menjadi semangat kita bersama bahwa Korupsi adalah musuh kita semua, siapapun yang terjerat kasus Korupsi harus diproses secara hukum, hukum harus ditegakkan seadil adilnya di bumi Arema. Masyarakat arema harus jeli dan objektif dalam mendudukkan masalah Korupsi Kota Malang. Jihat melawan Korupsi adalah tugas kita bersama termasuk Masyarakat Kota Malang. Jika Prabowo mengatakan Indonesia bisa hancur 2030, bisa jadi Kota Malang saking banyaknya pejabat publik yang tersangkut korupsi bisa hancur atau buyar 2019.
Bagi kedua kandidat yang telah ditetapkan jadi tersangka bagai buah simalakama, pada proses hukum keduanya telah disangkakan Korupsi, melihat dari sisi hukum dan moral tentu ada beban sosial dan yang harus dipertatuhkan. andaipun salah satu diatara mereka yang tersagkut hukum kepilih jadi Walikota proses hukum terus berjalan hal paling buruk harus melepaskan jabatannya dan harus meringkuk di hotel prodeo.
Mewujudkan Pilkada berintegritas harus dimulai dari semua elemen baik masyarakat ataupun pemerintah, yang paling urgen adalah bagaimana sistem demokrasi benar - benar bisa memastikan kandidat yang berkontestasi dalam Pilkada bebas dari masalah hukum termasuk korupsi. Masyarakat Indonesia khususnya Kota Malang menginginkan peminpinnya orang yang amanah, jujur dan bersih dari kasus hukum. tentu ini harus terwujud di Kota Malang sebagai konsekuensi logis Kota yang berbudaya, berpendidikan, santun dan bermartabat.(*)