MEDIANUSANTARA.ID—Aksi pendudukan
gedung DPRD Takalar oleh Gerakan Masyarakat dan Mahasiswa Tolak Tambang Pasir
Laut Takalar di gedung DPRD Takalar, kini memasuki malam kedua, Kamis
(20/7/2017). Puluhan mahasiswa dan masyarakat berbaur bersama di halaman Kantor
DPRD.
Kala
rasa kantuk menyerang, mereka menggunakan koran atau apapun yang bisa digunakan
sebagai alas untuk membaringkan badan di selasar gedung.
Aksi
nginap di DPRD Takalar dilakukan untuk menekan DPRD Takalar mengeluarkan
rekomendasi dan putusan sidang paripurna guna mencabut izin penambangan pasir
laut.
Kordinator
aksi Muhammad Firwansyah menjelaskan, bahwa solidaritas penolakan tambang pasir
laut Takalar, kini semakin meluas. Banyak masyarakat dari berbagai elemen,
baik warga Takalar maupun dari luar Takalar, berkumpul di pelataran DPRD.
“Semakin banyak
masyarakat yang bergabung. Malam ini kami gelar nonton bareng film dokumenter Rayuan Pulau Palsu dan Kala Benoa,” jelas Sija, sapaannya.
Dua
film tersebut berkisah tentang perlawanan masyarakat terhadap reklamasi atau
penimbunan laut di Muara Angke di Jakarta dan Teluk Benoa di Bali.
“Film
ini menjadi penyemangat dan bahan refleksi akan dampak kejahatan lingkungan
yang menyengsarakan rakyat. Salah satunya, pengambilan pasir yang kemudian
dapat mengancam kelestarian biota serta hilangnya pemukiman serta mata pencaharian
warga di sekitar pesisir,” ujar Muhammad Firwansyah.
Selain
itu, malam kedua ini juga diisi dengan diskusi terkait perkembangan konflik tersebut.
Upaya perjuangan warga mulai dari pengusiran kapal penambang hingga membuat
petisi penolakan, telah dilakukan. Namun segala upaya tersebut, tidak
membuahkan hasil yang memuaskan warga Takalar.
“Kapal penambang
Fairway milik PT Royal Boskalis, tidak mengindahkan penolakan warga. Mereka
tetap menghisap jutaan kubik pasir guna kepentingan proyek reklamasi CPI
di Makassar,” tandasnya.
Rencananya,
pendudukan ini akan dilakukan hingga tuntutan warga terpenuhi dan proyek
pengerukan pasir laut di Takalar dihentikan.(Idil/Reza)