Peran Pemuda dalam Tunggang Langgang Laju Pendidikan

Semua Halaman

.

Peran Pemuda dalam Tunggang Langgang Laju Pendidikan

REDAKSI
Jumat, 31 Maret 2017

Kondisi pendidikan Indonesia sangat memperihatinkan. Di era modern seperti ini dimana kita dihadapkan kecanggihan teknologi. Suka tidak suka, itu harus diterima dengan lapang dada. Walaupun realitanya kecanggihan teknologi ini berkembang lebih pesat, jadi manusia harus dituntut memiliki pendidikan diatas rata-rata dan kita sejatinya tidak boleh membelakangi kecanggihan teknologi. Pendidikan itu seharusnya menjadi bahan pondasi bagi setiap negara. Tanpa pendidikan yang berkualitas apalah arti Negara Indonesia yang didasari Pancasila.
Ratusan tahun dari 1902, sejak pertama organisasi Budi Utomo yang fokus  pembahasannya tentang pendidikan, disini kita telah mengetahui bahwa pendidikan harus benar–benar menjadi dasar kemerdekaan. Setelah Negara ini telah merdeka, tentu belum dalam arti yang sebenar–benarnya, dan ternyata pendidikan dipandang sebelah mata dan dijadikan komuditi oleh tikus–tikus kotor yang mencari untung untuk perut dan kemaluannya sendiri. Jika kita merefleksi ratusan tahun yang lalu, Indonesia masih sangat minim dalam mencapai nilai ideal dalam pendidikan yang sewajarnya. Kita sebagai pemuda disini harus mampu menjadi pelopor pendidikan Indonesia yang sekarang ini. Maka dari itu Pemuda harus bisa meneruskan titah- titah perjuangan para tokoh leluhur kita sebelumnya.
Kita sekarang dihadapkan pada dikotomi. Pertanyaan yang mendasar, Apakah sebenarnya arti pendidikan itu? Untuk apa sebenarnya pendidkan itu? Lalu, untuk siapa pendidikan itu sebenarnya? Nah, dalam pembukaan UUD 1945 yang mengatakan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa, kata “bangsa” disini berarti seluruh rakyat Indonesia dan bukan untuk sebagian rakya lain sehingga kita melupakan yang lain. Tetapi realitanya pendidikan hanya bisa dirasakan bagi orang yang berduit. Maka tanggungjawab kita sebagai mahasiswa atau pemuda paling tidak  mampu meminimalisir keadaan ini. Pemerataan pendidikan Indonesia yang kita lihat sekarang ini, itu jauh dari harapan hal itu tidak sesuai dengan cita–cita UUD 1945.
Kondisi pendidikan saat ini belum menyentuh lapisan bawah, hanya bisa dirasakan oleh golongan menegah ke atas. Banyak anak–anak yang bisa merasakan pendidikan denagan nyaman, tenang dan mewah. Tapi disudut pojok lain masih banyak anak – anak yang terlantar di pinggir jalan dan tidak bisa merasakan bangku pendidikan secara nyaman dan tenang karena diakibatkan ketidak kemampuan membayar uang sekolah.
Saat ini program–program peningkatan kualitas pendidikan dijadikan slogan-slogan untuk mengambil hati rakyat kecil dalam pemilu. Tapi nyatanya itu cuman janji–janji belakang yang di jual untuk mengambil hati para rakyat kecil. Para tokoh seperti KH. Dewantaro adalah salah satu yang mencetuskan pendidikan, bayangkan jika beliau masih hidup betapa marahnya melihat moral pendidikan yang dijadikan bahan mainan bagi para mafia–mafia kotor.
Negara kita telah berumur 71 tahun dan merdeka dalam artian kata bebas biaya pendidikan dan bebas pungutan liar. Masyarakat melihat secara terang benderang bahwa dana yang luar biasa dalam pendidikan pasca amandemen konstitusi kita yakni 20% dalam APBN dan APBD, itu belum memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakaat Indonesia. Mereka melihat hampir tidak ada bedanya kinerja pendidikan yang mereka saksikan dan kualitas pendidikan juga semakin menurun.
Solusi saya sebagai Mahasiswa seharusnya pendidikan dijadikan suatu ketercerahan bagi seluruh anak–anak Indonesia di manapun mereka, begitu gembira menjalaninya. Seperti apa yang dikatakana oleh KH. Dewantoro bahwasanya “Dalam penyelenggaran pendidikan itu harus dibuat sebaik mungkin agar anak–anak  bisa masuk dengan gembira, menjalaninya dengan senang, dan sedih ketika meninggalkannya”. Tetapi ini masih jauh dari harapan, maka dari itu pemerintah harus sadar akan hak dan tanggungjawabnya. Masa depan suatu bangsa itu tergantung masa depan pemudanya, jika hari ini bekal pendidikan pemudanya dipandang sebelah mata, maka kita tinggal hitung mundur kehancuran suatu Negara tua yang berumur 71 tahun ini.*)