| John Hamenda | |
|
SULUT – MN | Kasus
mafia tanah yang lagi marak di Sulawesi Utara cukup meresahkan warga. Tak heran
Polda Sulut langsung bereaksi dengan membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Tanah di Sulawesi Utara.
John Hamenda, salah seorang warga yang
mengaku menjadi korban praktek mafia tanah mengapresiasi langkah Kapolda Sulut
Irjen Pol. Royke Lumowa yang telah membentuk Satgas untuk memberantas praktek
mafia tanah.
Hamenda menuturkan, pihaknya sedang
menyoroti kebijakan oknum pejabat di Kantor Wilayah (Kanwil) Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sulut, dimana proses pemblokiran
sertifikat tanah miliknya yang berlokasi di jalan 17 Agustus Bumi Beringin,
Kota Manado hingga kini telah diambil alih pihak ATR/BPN Sulut. Padahal, proses
hukum atas kasus tersebut telah tuntas di tingkat Kantor ATR/BPN Kota Manado
yang sudah tidak lagi memblokir.
"Anehnya malah sekarang Kakanwil
ATR/BPN Sulut yang mengambil alih pemblokiran, ada apa sebenarnya,” tutur
Hamenda.
Lebih lanjut, Hamenda mengatakan bahwa
langkah pemblokiran tersebut sangat merugikan dirinya.
“Pemblokiran oleh Kakanwil Sulut sudah
berjalan selama hampir 3 tahun. Hak saya sebagai pemilik tanah sudah
dipermainankan, sehingga rencana investasi menjadi terhambat. Hal ini sudah
sangat merugikan nama baik saya sebagai pengusaha dan menghambat Investasi di
Manado. Bahkan, secara tidak langsung tindakan Kanwil ATR/BPN Sulut telah
melawan perintah Bapak Presiden Jokowi yang sudah bersusah payah mendorong
Investasi agar bisa berkembang di Sulut,” terangnya.
Tak hanya itu, Hamenda juga menduga ada
peran dari mafia tanah yang berusaha memonopoli tanah miliknya dengan
melibatkan oknum pejabat ATR/BPN Sulut. “Para Mafia Tanah mereka bermain
bersama para oknum pejabat. Ini yang harus diberantas sampai tuntas, mereka
harus dibawa ke meja hijau kalau terbukti bersalah,” ungkapnya.
Ia juga bersyukur kepada Kapolda Sulut
yang telah memperhatikan nasib orang-orang yang dizolimi selama ini oleh para
mafia tanah dengan membentuk Satgas memberantas Mafia Tanah. "Kami
masyarakat Sulut sangat berharap agar Satgas bisa menuntaskan kasus kami para
korban mafia tanah,” pungkas Hamenda.
Selain itu, Hamenda juga menegaskan
kalau proses hukum atas kasus tanah miliknya yang di jalan 17 Agustus Bumi
Beringin telah selesai. Sebab menurutnya, pihak kejaksaan sebagai jaksa
eksekutor putusan pidana telah melakukan eksekusi sertifikat tanah miliknya,
dan sesuai dengan kajian dan pertimbangan hukum yang mendalam, kemudian
mengembalikan sertifikat tersebut kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
"Karena BNI sudah melakukan gugatan
kepada Bank Danamon di Pengadilan Tingggi Manado dan ditolak, kemudian BNI
melakukan upaya banding ditolak juga oleh Pengadilan Tingggi, kemudian Karena
BNI tidak melakukan upaya Kasasi, sehingga putusan tersebut telah berkekuatan
tetap (Inkracht),” jelas Hamenda.
Diterangkan pula, Kejaksaan Negeri
Jakarta Selatan telah mengembalikan jaminan sertifikat ini kepada PT Bank
Danamon Indonesia Tbk. dan karena pihaknya telah membayar kewajiban kepada PT
Bank Danamon Indonesia Tbk, maka sertifikat dikembalikan kepadanya selaku
pemilik namun anehnya sertifikatnya masih saja diblokir.
“Padahal sesuai ketentuan pemblokiran
hanya bisa dilakukan dalam masa 30 hari, terkecuali ada gugatan perkara, baru
bisa dilakukan blokir permanen sampai ada putusan hukum yang final. Sementara
dalam kasus ini, tanah tersebut tidak ada gugatan baru, mengapa BPN begitu
berambisi melakukan pemblokiran yang telah nyata melanggar Undang-Undang
Pertanahan,” ujar Hamenda.
Dirinya pun berharap Polda Sulut dapat
menyikapi persoalan ini, mengingat langkah yang diambil BPN sudah diluar
koridor.
“Untuk itu saya melaporkan permasalahan
ini kepada Satgas Mafia Tanah agar perlu diperiksa oleh aparat hukum. Karena
BPN telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan merampas hak, juga
telah melakukan perbuatan melampaui batas kewenangan. Perbuatan ini telah jelas
masuk dalam kategori sebagai ‘Mafia Pertanahan’. Saya akan membawa persoalan
ini ke ranah hukum, dan melaporkan ke Bapak Presiden serta Menteri ATR/BPN.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Kota Manado, Gunthar Tutuarima yang dikonfirmasi awak
media, (28/7/2020) mengatakan kalau proses pemblokiran dilakukan pihak dengan
bersandar pada putusan pidana.
“Jaksa selaku eksekutor telah mengajukan
surat permohonan terkait sertifikat tanah atas nama John Hamenda, dimana amar
putusan pidana menyebutkan kalau tanah tersebut dirampas untuk negara. Dan
dalam rangka mengamankan itu, kami melakukan pemblokiran,” terang Kepala BPN
Manado.
Lebih lanjut, Gunthar menegaskan bahwa
pemblokiran dapat dibuka kembali, apabila putusan hukum menerangkan kalau tanah
tersebut dikembalikan ke bersangkutan.
Sementara itu menanggapi pernyataan
pihak BPN tersebut, Hamenda menegaskan kalau telah ada penetapan Pengadilan
Negeri (PN) Manado yang memerintahkan Bank Danamon untuk menyerahkan sertifikat
tersebut kepada dirinya, dan memerintahkan BPN Kota Manado untuk meroya dan
mencabut blokir atas kedua sertifikat itu.
“Setetah itu roya selesai, saat
dilakukan pengecekan ternyata kantor BPN kembali melakukan pemblokiran dengan
alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” beber Hamenda.
Ia juga menyesalkan, oknum pejabat
Kanwil ATR/BPN Sulut telah bertindak menjadi seperti Polisi, seperti Jaksa,
bahkan seperti Pengadilan, padahal sudah tidak ada alasan hukum apapun untuk
memblokir sertifikat tanah miliknya.
Penulis:
Hence Mendagi