Perdana Menteri Hariri Menetapkan Batas Waktu Untuk Menyelesaikan Krisis Libanon

Semua Halaman

.

Perdana Menteri Hariri Menetapkan Batas Waktu Untuk Menyelesaikan Krisis Libanon

REDAKSI
Sabtu, 19 Oktober 2019
Para pengunjuk rasa memegang plakat yang menyerukan pembentukan politik di pusat kota Beirut. (Foto: Timour Azhari / Al Jazeera)

| LIBANON | Perdana Menteri Saad Hariri menetapkan batas waktu 72 jam bagi mitra koalisinya untuk mencari solusi bagi krisis ekonomi Lebanon. Protes pada Jum’at kemarin terhadap langkah-langkah penghematan, beralih menjadi kekerasan.


Protes yang pecah atas rencana pemerintah untuk pajak baru, adalah tantangan paling serius bagi pemerintahan Hariri yang berkuasa kurang dari setahun yang lalu.

Hariri dalam pidatonya menyalahkan partai-partai koalisinya karena menghalangi reformasi ekonomi Libanon yang sarat utang.

"Saya memberikan tenggat waktu yang sangat singkat kepada mitra kami di pemerintahan—72 jam yang dapat memberi kami solusi yang dapat meyakinkan kami, orang-orang di jalanan dan mitra internasional kami," katanya, menggambarkan kelesuan ekonomi negara itu sebagai "belum pernah terjadi sebelumnya" dan "sulit".

Saat Hariri berbicara, pengunjuk rasa mengibarkan bendera Lebanon di Lapangan Martir Beirut, terus menyerukan pengunduran diri kepemimpinan politik negara itu, termasuk Hariri, Presiden Michel Aoun, Ketua Parlemen Nabih Berri, dan Menteri Luar Negeri Gebran Bassil.

Demonstran yang marah dengan rencana untuk mengenakan pajak baru di tengah meningkatnya biaya hidup. Mereka meneriakkan "Revolusi! Revolusi!" dan "Rakyat menuntut kejatuhan rezim". Mereka juga menuduh para pemimpin puncak korupsi Libanon, dan menyerukan agar undang-undang kerahasiaan perbankan yang ketat dicabut sehingga dana negara yang dicuri selama beberapa dekade dikembalikan ke kas negara.

"Pencuri, Pencuri, Michel Aoun adalah pencuri," teriak beberapa orang, melihat sekeliling dengan gugup dengan senyum di wajah mereka. Padahal di Lebanon, menghina presiden bisa dipenjara.

Para pengunjuk rasa juga turun ke jalan-jalan di lembah Bekaa timur dan di Tripoli, kota terbesar kedua di Libanon. Media setempat melaporkan, bahwa beberapa pengunjuk rasa terluka ketika pengawal legislator melepaskan tembakan ke arah kerumunan. Kerusuhan juga dilaporkan terjadi di penjara Rounieh dan Zahle.

Sebelumnya, pada hari Jum’at, menteri luar negeri dan menantu presiden, dalam pidatonya kepada para pemrotes juga menyalahkan partai politik lain karena menghalangi reformasi. Karena segala alternatif untuk pemerintah saat ini akan jauh lebih buruk.
Demonstrasi yang terjadi sejak Kamis setelah pemerintah tersebut mengalami krisis kekurangan uang, sehingga mengumumkan rencana untuk mengenakan pajak baru, termasuk pada panggilan suara WhatsApp. Pada Jumat malam, para pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan di seluruh negeri itu. Mereka membakar ban dan di beberapa daerah membakar gedung-gedung termasuk merusak toko-toko.

"Semua orang bosan dengan ini, situasinya mengerikan, orang-orang tidak punya uang, orang-orang berantakan, dan semua yang mereka berikan adalah pajak, pajak, pajak," kata Samir Shmaysri, seorang penata rambut berusia 39 tahun dari Beirut.

"Tidak ada proses reformasi bahkan berharap situasi menjadi lebih baik."

Luapan kemarahan mendorong pemerintah Libanon untuk membatalkan rencana pajak untuk panggilan WhatsApp, tetapi tindakan itu tidak banyak menenangkan para pemrotes.

"Kami ingin mengubah situasi di negara ini, itu saja," kata seorang pengunjuk rasa yang memblokir jalan dengan tempat sampah yang menyala di dekat daerah Ras al-Nabaa di Beirut, tepat di luar pusat kota. "Kami sudah berusaha damai, itu tidak berhasil."

Editor             : Adi Pradana
Sumber           : Aljazeera