|
MATARAM | Keamanan
informasi dalam tata kelola pemerintahan dengan manajeman modern perlu didukung
dengan membangun keamanan sistem informasi yang baik. Hal ini untuk
mengantisipasi terus meningkatnya serangan terhadap sistem informasi yang
digunakan Pemerintah daerah. Sehingga dapat memberikan kenyamaan pemerintah
dalam menjalankan sistim pemerintahan untuk dapat memberikan pelayanan publik
dengan cepat, tepat dan efisien.
Dibawah komando Gubernur NTB Gubernur Dr
H Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur NTB, Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah,
Pemerintah Provinsi NTB dalam periode RPJMD 2019-2023, memiliki pelaksanaan tatakelola pemerintahan
yang banyak menggunakan sistem informasi atau aplikasi sebagai media
mempermudah pelayanan publik.
Plt Kepala Dinas Kominfotik NTB Gede
Putu Aryadi S.Sos,MH menyampaikan, pembentukan tim CSIRT daerah ini dapat
mendukung visi dan misi pemerintah, Visi NTB Gemilang dengan 6 misi, menguatkan
misi kedua NTB mewujudkan birokrasi bersih dan melayani.
“Penjabaran misi ini akan terwujud kalau
pemerintahan ini dijalankan dengan pola manajemen modern. Pola ini mengharuskan
kita menerapkan konsep tata kelola pemerintahan maupun pelayanan publik dengan
cepat tepat dan efisien namun juga memiliki keamanan data yang baik,” ujarnya
dalam kegiatan Asistensi pembentukan Computer Security Incident Response Team
(CSIRT) yang diselenggarakan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), di Dinas
Kominfotik, Selasa (30/7/2019).
Ia menjelaskan, Dinas Komunikasi, Informatika
dan Statistik Provinsi NTB, mulai tahun 2019 ini telah mempersiapkan
pembentukan Tim Keamanan Siber Daerah atau sebuah Tim yang diberi nama NTB Computer
Security Incident Response Team (NTB-CSIRT). Tim tersebut akan bertugas untuk
menangani setiap insiden dan melakukan pemulihan keamanan bila terjadi serangan
terhadap sistem informasi pemerintah daerah.
Menurutnya, teknologi informasi
manfaatnya sangat besar, tetapi juga punya sisi lemah yang harus kita
antisipasi. Perang yang sesungguhnya saat ini adalah perang Siber. Karena
teknologi IT sudah dimanfaatkan oleh semua negara didalam menjalankan sisyem
pemerintahannya.
Hampir seluruh sektor pemerintahan
ataupun non pemerintahan saat ini, sudah menggunakan teknologi informasi, baik
sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Hal ini yang perlu kita antisipasi,
bagaimana semua sistem yang kita gunakan ini nantinya betul-betul bisa menjamin
keamanannya.
Dengan kegiatan ini diharapakan
merumuskan program aksi atau kegiatan yang harus kita lakukan ke depan.
Sehingga sistem informasi yang kita bangun secara bertahap bisa menjamin
tercapainya target dan tujuan pembangunan di NTB.
Pada Agustus 2019 ini kita akan meluncur
sejumlah sistem informasi dalam pembangunan di NTB, diantaranya Balance Skor Card sistim yang
dapat memantau kinerja, manajemen pengendalian program kegiatan. Program ini telah mencatat progres selama 6 bulan
dari Januari sampai Juni tahun 2019.
Dengan ini dapat dlihat progres dimana kekurangnya. Dan Program lain juga
ada E-office dalam membantu pemerintah sehingga mampu memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat.
Bimbingan Teknis dari Tim CSRIT BSSN ini
diharapkan juga dapat memberikan peningkatan informasi, kapasitas dan skill SDM
dibidang keamanan sistem informasi pada tenaga pranata computer lingkup Pemrov.
NTB sehingga tim yang akan bertugas dapat menangani setiap insiden dan
melakukan pemulihan keamanan bila terjadi serangan terhadap sistem informasi
pemerintah daerah.
Menurut mantan Irbansus pada Inspektorat
NTB itu, Di Provinsi NTB pada tahun 2018 lalu, sejumlah aplikasi pelayanan
publik yang digunakan, sempat diretas oleh serangan sebanyak 28 kali. Sehingga sempat mengganggu proses
pelayanan. Tetapi kalau intensitas serangan, barangkali mencapai ribuan kali.
Sementara itu Agustinus Toad, SE Kepala
Subdirektorat Penanggulangan dan Pemulihan Pemerintah Daerah Wilayah II,
Direktorat Penanggulangan dan Pemulihan Pemerintah, Deputi Bidang
Penanggulangan dan Pemulihan BSSN, mengatakan Serangan cyber yang terbesar di
Indonesia adalah menyerang domain pemerintah dengan alamat go.id.
Penyerang lebih banyak menargetkan
layanan file sharing (samba) pada Windows OS yang lebih sering ditemukannya
vulnerability (celah kerawanan) dan Web Aplikasi (port 80) yang memanfaatkan
kesalahan programmer aplikasi yang rentan pada serangan SQL Injection dan XSS.
Sedangkan Informasi terkait dengan data
pribadi dan informasi keuangan menjadi target pencurian data Phising dan
penyebaran malware, menjadi ancaman paling tinggi. Tahun 2018, Rusia dan
Tiongkok menjadi penyumbang serangan terbanyak ke Indonesia. Bahkan serangan
siber yang berasal dari Indonesia (Lokal) mencapai angka yang cukup tinggi.
Dengan melakukan asistensi, pada tahun 2020 ditargetkan sudah terbentuk
CRIT, sehingga Organisasi atau tim bertanggung jawab untuk menerima, meninjau,
dan menanggapi laporan dan aktivitas insiden keamanan siber di daerah.(edi)
Sumber:
Tim Media Diskominfotik NTB