Usaha “Pangaha” SAROJA dan Tradisi Masyarakat Bolo

Semua Halaman

.

Usaha “Pangaha” SAROJA dan Tradisi Masyarakat Bolo

REDAKSI
Senin, 17 Juni 2019



MEDIANUSANTARA.ID—Begitu geliatnya kelompok warga masyarakat yang terus mengembangkan usaha-usaha kecil seperti pembuatan makanan ringan sejenis kue kering. Usaha tersebut rupanya tidak pernah hilang, bahkan menjadi turun-temurun keluarga.

Pembuatan jenis kue kering pun menjadi khas kuliner kampung yang sudah tenar di berbagai desa dan di luar daerah. Bahkan salah satu kuliner bikinan tangan kreatif kelompok masyarakat di Desa Rasabou Kecamatan Bolo (Sila) ini, pernah dipromosi oleh Pemerintah Daerah di Mancanegara.
             
“SAROJA” itulah namanya. Di kalangan masyarakat Bima, nama tersebut sudah menjadi rahasia umum. Di daerah Jawa—khususnya di Desa Majasem Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur—SAROJA ini salah satu makanan khas yang sama. Bagi masyarakat Ngawi menyebutnya kue GOYANG. Karena memang rasanya gurih dan enak. Di Desa Majasem, kue kering bernama GOYANG atau SAROJA ini, masih dikembangkan oleh satu keluarga yang bernama Lily Mei Yang (nama samarannya).

Awal dan Tempat Pembuatan SAROJA

Kue kering ini boleh dikatakan mudah dalam pembuatannya. Akan tetapi, jika bukan dari tangan terampil dan ahlinya, maka hasilnya tidak sempurna maupun rasanya kurang pas. Sebab, kue kering ini konon memiliki sejarah dan makna tersendiri khususnya untuk calon pengantin. Ini yang dilaksanakan di Kecamatan Bolo (Sila) pada masa itu.

Kue kering bernama SAROJA kerap disajikan saat hajatan pernikahan. Dimana pada masa itu, tanpa SAROJA persiapan jenis makanan (jangko) lainnya, seakan belum lengkap. Jika pernah kita merasakan gurih, nikmat dan enaknya kue kering SAROJA, maka mulut kita tak akan mau henti untuk mengunyahnya.

Konon, di Desa Rasabou Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, adalah tempat asal-muasal mulanya pembuatan kue kering SAROJA ini. Karena pada masa itu dan hingga sekarang, orang luar daerah seperti dari kota Bima dan Dompu, kerap datang memesan kue kering SAROJA sebagai salah satu kue yang disajikan pada acara pernikahan putra-putri mereka.
           
Meski saat ini ada beberapa pihak di luar Desa Rasabou yang bisa membuat SAROJA, tetapi bentuk, rasa dan aroma yang dihasilkan belum mampu menyaingi dari aslinya. Maka tak heran, pada lomba kuliner kampung yang pernah diadakan oleh TP PKK Kabupaten Bima tahun 2016 sialm, kue SAROJA terpilih mendapat nominasi pertama yang disuguhkan oleh tangan terampil dari TP PKK Desa Rasabou.
           
Kaka Rita—itulah sapaan ibu Rita di RT005/RW003 Desa Rasabou ini, salah satu keluarga yang terus mengembangkan usaha kue SAROJA. Semenjak di usia remaja, ia dilatih oleh ibunya Hj Hadijah agar bisa menguasai tehnik dan cara pembuatan SAROJA.

Beberapa jenis bahan baku sebagai resep pembuatan kue kering tersebut, sudah menjadi rahasia keluarga mereka. Kendati orang lain yang mengetahui bahan (resep) pembuatan SAROJA, namun hasilnya belum mampu memberikan hasil dari aslinya. “Memang ada yang datang menanyakan resep SAROJA ini, termasuk cara pembuatan dan pencampurannya,” ujar Kaka Rita, seperti ditulis tim Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Bolo.

Kaka Rita mengaku, usaha kuliner ini tetap berjalan. Apalagi dalam beberapa pekan terakhir, pesanan cukup banyak. Selain menerima orderan, kue kering SAROJA juga diambil oleh beberapa pedagang kuliner kue kering di Pasar Sila. Hanya saja, jumlah yang mereka ambil tidaklah banyak. “Kecuali menjelang hajatan-hajatan khusus, seperti acara pernikahan dan sunatan,” tuturnya.
           
Menurut Kaka Rita, pembuatan SAROJA ini boleh dibilang mudah. Tetapi ketika prakteknya perlu ketelitian dan kehati-hatian. Begitu pun bahan (resep) yang disiapkan—seperti tepung beras, telur, gula pasir, garam, kapur siri dan minyak goreng.

“Nah…, untuk memberikan menghasil yang maksimal, campuran bahan harus tepat. Tidak boleh kurang atau lebih, karena harus pas takarannya. Jika tidak, maka hasilnya kurang bagus,” kata Kaka Rita.

Proses Pembuatan SAROJA

Adapun bahan-bahan tadi dicampur dan diaduk rata dengan air hingga encer—sambil menunggu minyak goreng yang dipanaskan. Setelah itu, ambil plat (cetakan) SAROJA yang sebelumnya telah dipanaskan dalam minyak goreng—lalu celupkan kedalam bahan kue tadi—kemudian dicelup kembali kedalam minyak goreng panas hingga matang dan mengembang. Maka akan terlihat SAROJA ini secara sendirinya pisah dari plat (cetakan). Setelah itu dikeluarkan ke waah lalu siap dihidangkan.

Asal nama Kue SAROJA

SAROJA diambil dari nama bunga Seroja. Karena memang bentuknya mirip bunga Seroja. Sehingga dikala itu (di kampung Sila-Bolo), dibuatlah plat (cetakan) yang mirip bunga Seroja dari bahan kuningan.

Bunga Seroja ini kerap dipakai sebagai kembang bagi kedua calon pengantin. Termasuk dipakai ditabur dalam air mandi pada saat kedua calon pengantin pria maupun wanita dalam melaksanakan upacara “Ndeu Boho Oi Mbaru”—atau upacara mandi membuang (melepas) masa lajang atau kesialan.

Itulah “Pangaha” (kue) SAROJA kerap dijumpai dan disuguhkan ketika kita datang berkunjung (Tekar Ne’e) ke rumah keluarga kedua calon pengantin di wilayah Kecamatan Bolo khususnya lagi di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.

Sampai saat ini, pembuatan kue kering SAROJA menjadi usaha turun-temurun keluarga Kaka Rita. Meski ada di tempat lain yang ingin kembangkan usaha tersebut, namun tak mempengaruhi stock pesanan yang datang ke tempat Kaka Rita. Kalau pun habis, pembeli pun langsung langsung ke Pasar Sila.

Rasanya tak lengkap jika kue kering bernama SAROJA ini tidak ada diantara kue-kue kering lainnya saat disuguhkan keluarga berhajat, baik di saat persiapan hingga di acara penyambutan “Tekar Ne’e” ibu-ibu rumah tangga.(adi)