'Kalei Bunti', Budaya Tak Termakan Zaman

Semua Halaman

.

'Kalei Bunti', Budaya Tak Termakan Zaman

REDAKSI
Rabu, 04 Oktober 2017

MEDIANUSANTARA.ID—KALEI BUNTI adalah sebutan dari Usung Pengantin. Yang diusung pun yakni pengantin perempuan. Budaya ini ternyata masih terlestari oleh warga, yakni sejak tahun 1964 hingga sekarang. Budaya Kalei Bunti ini pun, sudah melekat dan tak bisa dipisahkan dari kehidupan warga masyarakat, khususnya di saat acara-acara tertentu.
Sebut saja, Kalei Bunti ini ada di Desa Bolo Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat. Budaya yang sudah menjadi tradisi warga tersebut, yakni dilaksanakan setiap ada hajatan pernikahan. Dimana pengantin perempuan, akan diusung keliling hingga ke tempat kediaman pengantin itu sendiri.
Adapun tempat dilaksanakannya Kalei Bunti ini, yakni berlangsung di jalan raya. Waktu pun dimulai sekira pukul 22.00 Wita (malam) hingga selesai.
Sebelum dimulai, pihak keluarga penganti perempuan melaksanakan acara rembungan bersama dengan warga setempat. Kemudian pengajian ayat-ayat Al-Qur’an dan ceramah agama. 
Usai mengikuti beberapa acara di atas, pihak keluarga pengantin menentukan tempat star. Setelah ditentukan, pengantin perempuan pun dibawa (digonceng) menggunakan sepeda motor menuju lokasi star. Warga lain pun ikut merapat ke lokasi tersebut. Termasuk kelompok rebanah (hadrah), pelaku dzikir serta kelompok pemuda yang ditugaskan untuk pengamanan jalan raya.
Setelah semuanya sudah disiapkan—pengantin perempuan ini dipersilahkan duduk di kursi, atau ibaratnya sang ratu naik tahta yang siap diusung oleh empat orang laki-laki. Acara pun mulai dilangsungkan. Pengantin perempuan terlihat bahagia dengan wajah ayu dan senyum ramah kepada para penonton. Hmm…., bagaikan sang ratu yang duduk manis disingahsanah, itulah khiasan tradisi budaya Kalei Bunti di Desa Bolo Kecamatan Madapangga.
Pada saat acara berlangsung—rombongan Kalei Bunti berjalan kaki dari tempat (star). Lantunan shalawat dan dzikir, seakan menjadi nuansa sakral. Pukulan rebanah, pun membuka memori akan masih terlestarinya music tradisional di desa itu.
Adapun pihak keluarga dari kedua calon pengantin, juga masuk dalam barisan iringan rombongan Kalei Bunti. Termasuk warga lainnya. Mulai dari usia tua, muda, remaja maupun anakanak.  Semua yang ditunjukan mereka adalah sebuah kebersamaan. Begitu pun, tidak ada perbedaan status social lainnya sehingga tradisi budaya Kalei Bunti di Desa Bolo – Madapangga, masih melekat dan terlestari meski dihadapkan dengan perkembangan zaman saat ini.(adi)