Jagung Menjadi Komoditi Unggulan di NTB

Semua Halaman

.

Jagung Menjadi Komoditi Unggulan di NTB

REDAKSI
Senin, 01 Mei 2017

MEDIANUSANTARA.ID—Jagung menjadi komoditi unggulan bagi petani khususnya di Kabupaten Bima maupun Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Menanam jagung, pun dinilai tak begitu repot dibanding menanam kedelai. Apalagi nilai jual di tingkat pasaran ekonomi, harga jagung terus melambung dan dapat memberikan harapan perubahan bagi hidup petani.  
Kendati musim tanam pertama (musim hujan-MH) sudah lewat—bagi petani, menanam jagung pada musim kemarau (MK-I) saat ini, sangatlah tepat terutama pada lahan sawah yang memiliki sumur bor.
Beragam benih jagung unggulan, juga menjadi daya tarik petani. Ada yang berbuah satu ukuran besar, hingga bertongkol dua. Jika petani pun menggunakan benih bertongkol dua, maka lahan satu hektar akan menjadi dua hektar. Ini dihitung berdasarkan satu tangkai jagung bertongkol dua yang berarti bisa dua kali lipat—dari satu hektar menjadi dua hektar (berdasarkan buah jagung).
Bagi petani, menanam jagung jenis hibrida tidaklah rugi. Paling tidak yang dihadapi hanyalah harga jual (naik turun) dan serangan jenis hama penyakit maupun bencana alam. Sedangkan secara nasional, kebutuhan jagung saat ini semakin meningkat. Hingga harga pembelian di tingkat petani terus naik menyusul kebutuhan pakan ternak maupun lainnya yang bersumber dari bahan baku jagung bersifat mendesak mendesak.
Hasil survey yang dilakukan melalui program Pisagro di Kabupaten Dompu dan Bima, rata-rata hasil panen petani jagung yang didapatkan dalam 1 hektar minimal 9 ton. Dengan harga jual kering di tingkat pengecer/agen/tengkulak senilai Rp3.500 per kilogram—dan harga pembelian gudang Rp3.700 per kilogram.  
Jika dihitung rata-rata hasil panen sebanyak 9 ton per hektar—dengan harga jual Rp3.500 per kilogram, maka petani mendapat keuntungan kotor sebesar Rp31.500.000. Kemudian, bila dikurangi pengeluaran biaya mulai dari awal persiapan sebelum tanam hingga masa panen rata-rata Rp10.000.000 per hektar—maka keuntungan bersih petani jagung dalam 1 hektar sebesar Rp20.000.000.
Survey yang dilakukan selama dua minggu, sejak April 2017 kemarin—rata-rata pengeluaran dari Rp10.000.000 dimaksud, meliputi pembelian benih jagung hibrida (20 kg/Ha), ongkos pengolahan lahan sebelum tanam (20 pekerja), biaya tanam (12 pekerja), biaya penyemprotan dan obat-obatan (15 liter), pupuk (Urea, NPK dan Poska) rata-rata 500 kilogram per hektar, pembelian terpal, karung, tali ukur dan jaring, biaya panen (10 pekerja) serta ongkos giling.
Di Kabupaten Dompu misalnya. Petani setempat rata-rata memiliki lahan yang ditanami jagung hibrida minimal 2 hektar—baik sebagai status tanah pemilik, penggarap maupun tanah sewah.
Adapun wilayah sasaran yang menjadi sasaran responden langsung dari kelompok tani jagung Pisagro, meliputi Desa Cempi Jaya Kecamatan Hu’u, Desa Mumbu—Saneo—Madaparama Kecamatan Woja, Desa Mangge Na’e Kecamatan Dompu, Desa Banggo Kecamatan Manggelewa, Desa Ta’a Kecamatan Kempo, Desa Mbuju I dan II Kecamatan Kilo.
Sedangkan di Kabupaten Bima, meliputi Desa Sandue Kecamatan Sanggar, Desa Palama Kecamatan Donggo, Desa Nggembe Kecamatan Bolo, Monta Dalam Kecamatan Monta dan wilayah Kecamatan Wawo. Survey tersebut juga memiliki kategori responden dengan jumlah 100 orang petani jagung.
Tingginya animo masyarakat menjadi petani jagung, dapat dilihat dari hasil pengalaman sebelumnya. Lahan tadah hujan yang biasa ditanami kacang kedelai, kini menjadi hamparan tanaman jagung sejauh mata memandang. Bahkan tanah sawah memasuki musim tanam MK I, pun ditanami jagung hibrida dengan mengadalkan air dari sumur bor. Sehingga jagung belakangan ini menjadi komoditi andalan yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat khususnya petani jagung di Dompu-Bima Provinsi NTB. Apalagi ditambah adanya dukungan pinjaman modal dengan bungan ringan melalui Program Pisagro yang bekerjasama dengan Bank Pesisir Akbar, sangat membantu petani jagung untuk bisa memperluas lahan untuk ditanamin jagung Hibrida jenis NK7328 Sygenta.(adi)