MEDIANUSANTARA.ID—Sudah menjadi rahasia umum. Penyalahgunaan obat Tramadol saat ini dianggap oleh sebagian anak muda dan remaja (pemakai) adalah salah satu penghilang stress. “Itu kata mereka (pemakai)”. Padahal, mengkonsumsi tramadol melewati batas dan ketentuan (dosis), akan mengancam fungsi sel dan saraf otak. Lagi-lagi menyebabkan halusinasi bagi pemakai yang cenderung menghalalkan segala cara untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang.
Kasus ini sudah lama diperkirakan dua tahun terakhir berjalan khususnya di Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima-NTB. Beragam kasus kriminal muncul ditengah kehidupan masyarakat, salah satunya dipicu kebutuhan untuk mengkonsumsi tramadol.
Tramadol menjadi trending topic. Sehingga oknum pengedar pun memanfaatkan kondisi lapangan untuk memperluas jaringan pengedaran obat anti nyeri itu. Akibatnya, tak sedikit generasi (pelajar) terjebak ‘ketagihan’ mengkonsumsi tramadol.
Beberapa bukti nyata akibat tramadol. Seperti dialami 40 siswa di salah satu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di Kecamatan Bolo, pada pertengahan tahun 2016. Mereka diduga mengkonsumsi obat tersebut. Oleh pihak sekolah, kepada 40 siswa itu pun dibina. Bahkan pihak kepolisian mengambil keterangan terhadap mereka, termasuk menghadirkan masing-masing orang tua murid.
Belakangan kemudian, empat pelajar SMA terjaring patroli polisi (Polsek) Bolo. Ironisnya, dua diantara mereka adalah perempuan, dan masih menyandang status pelajar. Dengan berpakaian seragam sekolah, mereka dibawa menggunakan mobil patroli.
Rentetan dari peristiwa tersebut, salah satu toko tempat penjualan handphone dan aksesorisnya di pasar Sila, pun dibobol. Belakangan diketahui, diantara pelaku lebih dari satu orang itu adalah pelajar SMP. Menurut hasil investigasi polisi saat itu, pembobolan toko tersebut dipicu dengan alas an pelaku tidak ada uang untuk tramadol.
Kemudian jauh sebelumnya, kediaman (rumah) oknum petugas kesehatan di Bolo, digerebek polisi menyusul ada laporan masyarakat bahwa dirumah dimaksud menyimpan banyak tramadol. Dugaan itu pun diperkuat setelah ada transaksi jual-beli dengan harga murah oleh oknum pelajar.
Peristiwa ini terjadi pada pertengahan tahun 2015 silam. Setelah ditelusuri oleh pihak berwenang, mengungkapkan bahwa obat tramadol tersebut merupakan stock untuk kepentingan medis di salah satu tempat pelayanan kesehatan di Kecamatan Bolo. Pelaku sendiri beralibi bahwa tramadol yang diperkirakan sebanyak dua dos telah dimusnahkan karena sudah kadaluarsa.
Sayangnya, pemusnahan tramadol yang dibilang sudah kadaluarsa tersebut tidak dibuktikan dengan berita acara pemusnahan. Karena biasannya, pemusnahan barang (obat) yang sudah kadaluarsa oleh lembaga pemerintah, akan dibuatkan berita acara pemusnahan kemudian menghadirkan beberapa pihak terkait untuk menyaksikan kegiatan pemusnahan. Ini salah bentuk untuk menghindari jangan sampai obata dimaksud disalahgunakan—seperti yang masih terjadi sekarang.